Sabtu, 18 April 2020

APRESIASI DAN KREASI FABEL/LEGENDA


CERITA FABEL

Cerita fabel adalah cerita mengenai kehidupan binatang yang berprilaku layaknya seperti manusia (prilakunya menyerupai tingkah manusia). Cerita fabel tergolong kedalam jenis cerita fiksi (cerita fiksi adalah suatu cerita yang bukan berasal dari kehidupan yang nyata atau disebut juga dengan cerita fiktif). Cerita fabel disebut juga dengan cerita moral, hal tersebut dikarenakan pesan yang terdapat didalam cerita fabel sangat erat kaitannya dengan moral kehidupan.

Adapun tokoh yang berperan didalam cerita fabel biasanya adalah binatang. Akan tetapi pada cerita fabel, bukan hanya mengisahkan tentang kehidupan binatang saja, melainkan juga mengisahkan tentang bagaimana kehidupan manusia dengan seluruh karakter yang dimilikinya. Jadi, peran binatang yang terdapat didalam cerita fabel mempunyai karakter layaknya manusia, antara lain seperti :

1. Baik dan jahat.
2. Jujur dan pembohong.
3. Sopan dan tidak sopan.
4. Pintar dan bodoh.
5. Menyukai persahabatan dan tidak senang bersahabat.
6. Licik dan culas.
7. Melakukan perbuatan dan tingkah yang terpuji.
8. Sombong, angkuh, keras kepala, suka menipu.
9. Egois (ingin menang sendiri).
10. Pendiam, periang dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, cerita fabel menjadi primadona utama sebagai salah satu sarana dengan potensi yang tinggi didalam menanamkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sejak dini. Dengan adanya beragam karakter tersebut, maka setiap penonton maupun pembaca cerita fabel dapat menilai dan mempelajari pelajaran moral (nilai moral) yang terkandung di dalam cerita fabel itu sendiri.

Struktur teks cerita fabel
Apakah kalian sudah tau dan atau masih ingat pengertian struktur seperti yang telah dijelaskan pada teks cerita lainnya yang telah dibahas sebelumnya ?. Jika anda lupa, maka pengertian struktur adalah sesuatu rangkaian yang terdapat pada sebuah teks yang sifatnya membangun. Adapun struktur teks cerita fabel adalah antara lain seperti orientasi, komplikasi, resolusi serta koda. Berikut penjelasan lebih lengkapnya :

1. Orientasi
Orientasi adalah bagian permulaan pada sebuah cerita fabel yang berisikan dengan pengenalan cerita fabel tersebut yang diantaranya seperti pengenalan tokoh, pengenalan latar tempat dan waktu, pengenalan background atau tema dan lain sebagainya.
2. Komplikasi
Komplikasi adalah klimaks pada sebuah cerita yang berisikan mengenai puncak masalah yang dialami dan dirasakan oleh tokoh.
3. Resolusi
Resolusi adalah bagian dari teks yang berisikan dengan pemecahan permasalahan yang dialami dan dirasakan oleh tokoh.
4. Koda
Koda adalah bagian terakhir dari teks cerita yang berisikan pesan-pesan dan atau amanat yang terdapat didalam cerita fabel itu sendiri.

Kaidah kebahasaan teks cerita fabel
Kaidah kebahasaan (dengan kata lain unsur kebahasaan) adalah ciri-ciri berdasarkan dari bahasa yang digunakan pada sebuah teks cerita fabel. Berikut ini adalah #4 unsur kebahasaan (kaidah kebahasaan) pada teks cerita fabel yaitu sebagai berikut :

1. Kata kerja
Kata kerja adalah satu dari beberapa unsur (kaidah) kebahasaan pada teks cerita fabel. Adapun didalam kata kerja pada teks cerita fabel dibagi menjadi dua bagian. Adapun #2 bagian kata kerja yang dimaksud yakni :

a. Kata kerja aktif transitif
Kata kerja aktif transitif adalah kata kerja aktif yang memerlukan objek dalam kalimat. Contoh kata kerja aktif transitif adalah memegang, mengangkat, memikul, mengendarai mendorong dan lain sebagainya.

b. Kata kerja aktif intransitif
Kata kerja aktif intransitif adalah kata kerja aktif yang tidak memerlukan objek dalam kalimat. Contoh kata kerja aktif intransitif adalah diam, merenung, berfikir dan lain sebagainya.

2. Penggunaan kata sandang si dan sang
Didalam teks cerita fabel sangat sering dijumpai dan ditemukan penggunaan kata sandang si dan kata sandang sang. Adapun penjelasan mengenai penggunaan kata sandang si dan kata sandang sang didalam teks cerita fabel akan dijelaskan secara lengkap dengan contohnya sebagai berikut :

Contoh kata sandang Si dan Sang
a. Sang kerbau berkeliling hutan sambil menyapa binatang-binatang lain yang berada dihutan tersebut.
b. Sang kerbau mengejek kepompong yang buruk yang tidak dapat pergi kemana-mana.
c. Sang kerbau selalu membanggakan dirinya yang dapat pergi ketempat yang dia sukai.
d. Si kepompong hanya dapat berdiam saja saat mendengarkan ejekan itu.
e. “Aku adalah kepompong yang pernah kau ejek,” kata si kupu-kupu.

Berdasarkan contoh diatas maka kaidah pada penulisan si dan sang yakni secara terpisah dengan kata-kata yang mengikuti ataupun kata-kata yang di ikuti serta ditulis dengan menggunakan huruf kecil. Setelah kalian menyimak dan memperhatikan contoh seperti yang telah dijelaskan diatas, maka coba kalian bedakan dengan beberapa contoh dibawah :

a. “Mengapa si kecil menjadi sangat pemalu?” tanya ayah.
b. Kedua orang itu, si Kecil dan si Kancil adalah orang yang terpandang di kampungnya.

Perhatikan pada kata “kecil” didalam kalimat nomor 1 diatas yang dituliskan dengan menggunakan huruf kecil saja, hal tersebut dikarenakan bukan sebuah nama. Dan kemudian perhatikan pada kalimat kedua dalam kata “Kecil dan Kancil” yang dituliskan dengan menggunakan huruf kapital (besar), hal tersebut dikarenakan guna sebagai sebuah panggilan dan atau dengan kata lain disebut juga nama julukan.

3. Penggunaan kata keterangan tempat dan waktu
Untuk menghidupkan suasana pada teks cerita fabel, biasanya selalu menggunakan kata keterangan tempat dan juga kata keterangan waktu. Pada keterangan tempat sering menggunakan kata depan “Di” dan pada keterangan waktu sering menggunakan kata depan “Pada, Informasi waktu dan lain-lain”.

Contoh kata keterangan tempat dan waktu
a. Diceritakan pada suatu malam yang gelap gulita, ada seekor harimau berburu di hutan.
b. Pada suatu malam sang harimau kembali berburu ke hutan tersebut. Karena cuaca sedang turun hujan, di mana-mana terdapat genangan lumpur dan air.


BACALAH CERITA FABEL BERIKUT

Cerita Fabel Semut dan Belalang

Di suatu tempat, tepatnya di tengah hutan hidup seekor semut yang rajin. Ia selalu mencari makanan dan menyimpan di lumbungnya. Ia sangat semangat sekalipun harus diguyur hujan dan disengat teriknya matahari.

Suatu hari saat ia tengah membawa makanan untuk disimpan pada lumbung, ia bertemu dengan seekor belalang yang bermalas-malasan sambil berjemur. Belalang itu bertanya, “Hai semut, apa yang sedang kau lakukan?” 

“Aku tengah bersusah payah mengumpulkan makanan di lumbung” Jawab semut. Mendengar itu, belalang pun menimpal, “Buat apa susah payah mengumpulkan makanan, di hutan ini banyak makanan yang bisa disantap”.

Semut pun menjawab, “Ia benar lang, namun aku menyimpan makanan sebagai persiapan musim dingin nanti”. Belalangpun kembali menertawakan semut, “Musim dingin masih lama. Untuk apa susah payahnya sekarang. Lebih baik senang-senang dulu”.

Namun semut sama sekali tidak peduli dengan ejekan belakang yang malas. Ia tetap saja sibuk menyiapkan makanan di lumbungnya. Keesokan harinya saat hendak pergi mencari makanan, ia kembali melihat belalang yang malas dan menertawakannya kembali.

Sepanjang hari, semut selalu sibuk mengumpulkan makanan. Sedangkan belalang hanya asik bermain sambil bersenang-senang. Akhirnya lumbung makanan semut hampir penuh. Namun itu tidak membuatnya merasa puas dan ia tetap mencari makanan untuk disimpan.

Akhirnya, tibalah musim dingin. Semut dengan santai duduk di rumahnya sambil menikmati makanannya yang banyak. Sementara belalang hanya menyimpan makanan dalam jumlah sedikit karena ia fikir musim dingin akan segera berakhir. 

Tak terasa musim dingin sudah berlalu selama satu bulan. Persediaan makanan yang dimiliki oleh sang belalang pun habis. Sedangkan semut masih duduk santai sambil menikmati makanannya. Belalang mencoba mencari makanan namun sama sekali tidak berhasil.

Akhirnya ia pun mengetuk pintu rumah semut dan semut pun membuka pintu. “Ada apa lang?” Tanya semut. “Tolong berikanlah kepadaku sedikit saja persediaan makananmu. Karena aku kelaparan dan persediaanku sudah habis” Jawab belalang.

“Enak aja kau. Ketika aku susah mengumpulkan makanan engkau malah mengejek dan menertawakanku. Dan sekarang mau minta persediaan makananku. Pergilah sana, cari sendiri makananmu!” Jawab semut geram.

Akhirnya belalang meninggalkan rumah semut guna menemukan makanannya namun sama sekali tidak menemukan apapun. Saat belalang hampir mati lantaran kedinginan, akhirnya semut datang menolong dan mengajaknya ke rumah untuk menikmati makanan

 

CERITA LEGENDA

Legenda merupakan cerita rakyat yang memiliki ciri-ciri yaitu sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi, pada masa yang belum begitu lampau dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang, bersifat migration yakni dapat berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda dan tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus yaitu sekolompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu misalnya di Jawa legenda-legenda mengenai Roro Jongrang.
Selanjutnya berbicara mengenai legenda tentunya kita tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai penggolongan legenda, selama ini telah ada atau mungkin banyak ahli yang menggolongkan legenda, namun sampai kini belum ada kesatuan pendapat mengenai hal itu.

Ciri-Ciri Legenda

Legenda merupakan cerita rakyat yang memiliki ciri-ciri yaitu sebagai berikut :
  1. Oleh yang empunya cerita dianggap sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.
  2. Bersifat sekuler ( keduniawian ) terjadinya pada masa yang belum begitu lampau dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Tokoh utama dalam legenda adalah manusia.
  3. Sejarah, kolektif maksudnya sejarah yang banyak mengalami distorsi karena seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.
  4. Bersifat migration yakni dapat berpindah-pindah sehingga dikenal luas didaerah-daerah yang berbeda.
  5. Bersifat siklus yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu misalnya di Jawa legenda-legenda mengenai panji.

Struktur Legenda

Berikut ini terdapat beberapa struktur dari legenda, antara lain sebagai berikut:
  • Orientasi, adalah bagian awal dari sebuah cerita fabel. Orientasi berisi pengenalan dari cerita fabel, seperti pengenalan background, pengenalan tokoh, maupun latar tempat dan waktu.
  • Komplikasi, merupan klimaks dari cerita, berisi puncak permasalahan yang dialami tokoh.
  • Resolusi, berisi pemecahan masalah yang dialami tokoh.
  • Koda, merupakan bagian akhir dari cerita. Biasanya berisi pesan dan amanat yang ada  pada cerita fabel tersebut.

Unsur-Unsur Legenda

Berikut ini terdapat beberapa unsur-unsur dari legenda, antara lain sebagai berikut:
  1. Tema, gagasan dasar yang menopang sebuah kara sastra dan yang terkandung di dalam teks.
  2. Tokoh, para pelaku yang terdapat dalam sebuah cerita fiksi. Tokoh dalam cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
  3. Alur atau plot, peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak  berifat sederhana. Peristiwa-peristiwa tersebut tersusun karena adanya sebab-akibat di dalam cerita.
  4. Latar, latar merupaka landas tumpu terjadinya sebuah peristiwa di dalam sebuah cerita. Latar terbagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
  5. Sudut pandang,sudut pandang merupakan posisi atau cara penulis dalam menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam cerita.
  6. Amanat, pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca.

Jenis-Jenis Legenda

Legenda ini terbagi menjadi empat jenis yaitu :

1. Legenda Keagamaan

Legenda yang ceritanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan disebut dengan legenda keagamaan. Legenda ini misalnya legenda tentang orang-orang tertentu. Kelompok tertentu misalnya cerita tentang para penyebar Islam di Jawa.
Kelompk orang-orang ini di Jawa. Kelompok orang-orang ini di Jawa dikenal dengan sebutan walisongo, mereka ialah manusia biasa, tokoh yang memang benar-benar ada, akan tetapi dalam uraian ceritanya ditampilkan sebagai figure-figur yang memiliki kesaktian. Kesaktian yang mereka miliki digambarkan di luar batas-batas manusia biasa.
Sebutan wali songo ada yang menafsirkan bukan berarti Sembilan dalam arti jumlah, tetapi angka Sembilan itu sebagai angka sakral. Penafsiran ini didasarkan pada kenyataan adanya para tokoh penyebar Islam yang lainya.
Mereka berada ditempat-tempat tertentu masyarakat setempat biasanya memandang tokoh tersebut kedudukannya sama atau derajat dengan tokoh wali yang Sembilan orang.
Tokoh-tokoh tersebut seperti Syekh Abdul Muhyi, Syekh Siti Jenar, Sunan Geseng, Ki Pandan Arang, Pangeran Panggung dan lain-lain.

2. Legenda Alam Gaib

Legenda alam gaib yang merupakan legenda yang berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami seseorang.
Fungsi legenda semacam ini ialah untuk meneguhkan kebenaran “ takhyul ” atau kepercayaan rakyat. Jadi legenda alam gaib ialah cerita-cerita pengalaman seorang dengan makhluk-makhluk gaib, hantu-hantu, siluman, gejala-gejala gaib dan sebagainya.
Seperti didaerah Jawa Barat ada legenda tentang mandor Kebun Raya Bogor yang hilang lenyap begitu saja sewaktu bertugas di Kebun Raya.
Menurut kepercayaan penduduk setempat hal itu disebabkan ia telah melangkahi setumpuk batu bata yang merupakan bekas pintu gerbang Kerajaan Penjajaran. Pintu gerbang itu, menurut kepercayaan penduduk setempat terletak di salah satu tempat di kebun raya. Tepatnya tidak ada yang mengetahui.
Oleh karenanya penduduk disana menasihati pada pengujung Kebun Raya agar jangan melangkahi tempat antara tumpukan-tumpukan batu bata tua, karena ada kemungkinan bahwa di sanalah bekas pintu gerbang kerjaan zaman dahulu itu.
Jika kita melanggarnya, maka kita akan masuk ke daerah gaib dan tidak dapat pulang lagi ke dunia nyata. Dan masih banyak lagi contoh yang lainnya.

3. Legenda Perorangan

Legenda perorangan merupakan cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi.
Di Indonesia legenda semacam ini banyak sekali misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumtra, Si Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur serta Jayaprana dan Layonsari dari Bali.

4. Legenda Lokal ( Setempat )

Legenda lokal ialah legenda yang berhubungan dengan nama tempat terjadinya gunung, bukit, danau dan sebagainya.
Misalnya, legenda terjadinya Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang (Legenda Gunung Tangkuban Perahu) di Jawa Barat, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah dan Desa Trunyan di Bali.

Contoh Legenda

Legenda Tangkuban Perahu (Sangkuriang) Di Jawa Barat

Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat yang bernama Dayang Sumbi, ia memiliki seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar buruan, maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan, ketika kembali ke istana. Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya.
Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sebuah sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka ia sangat kecewa dan pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika pada dewa memberinya sebuah hadiah, ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi.
Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka. Sangkuriang melamarnya oleh karena pemuda itu sangat tampan Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas di kepala calon suaminya.
Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan, maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat.
  • Pertama ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum.
  • Kedua ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu.
Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing. Malam itu Sangkuriang melakukan tapa, dengan kesaktiannya ia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut.
Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. ketika menyaksikan warna memerah di timur kota Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi.
Ia pun menghentikan pekerjaannya, ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Maka terjadilah banjir besar melanda seluruh kota, ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya, sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “ Tangkuban Perahu ”.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar