CERITA FABEL
Cerita fabel adalah cerita mengenai kehidupan binatang
yang berprilaku layaknya seperti manusia (prilakunya menyerupai tingkah
manusia). Cerita fabel tergolong kedalam jenis cerita fiksi (cerita fiksi adalah suatu cerita yang
bukan berasal dari kehidupan yang nyata atau disebut juga dengan cerita
fiktif). Cerita fabel disebut juga dengan cerita moral, hal tersebut
dikarenakan pesan yang terdapat didalam cerita fabel sangat erat kaitannya
dengan moral kehidupan.
Adapun tokoh yang berperan didalam cerita fabel
biasanya adalah binatang. Akan tetapi pada cerita fabel, bukan hanya mengisahkan
tentang kehidupan binatang saja, melainkan juga mengisahkan tentang bagaimana
kehidupan manusia dengan seluruh karakter yang dimilikinya. Jadi, peran
binatang yang terdapat didalam cerita fabel mempunyai karakter layaknya
manusia, antara lain seperti :
1. Baik dan jahat.
2. Jujur dan pembohong.
3. Sopan dan tidak sopan.
4. Pintar dan bodoh.
5. Menyukai persahabatan dan tidak senang bersahabat.
6. Licik dan culas.
7. Melakukan perbuatan dan tingkah yang terpuji.
8. Sombong, angkuh, keras kepala, suka menipu.
9. Egois (ingin menang sendiri).
10. Pendiam, periang dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, cerita fabel menjadi primadona utama
sebagai salah satu sarana dengan potensi yang tinggi didalam menanamkan
nilai-nilai moral dalam kehidupan sejak dini. Dengan adanya beragam karakter
tersebut, maka setiap penonton maupun pembaca cerita fabel dapat menilai dan
mempelajari pelajaran moral (nilai moral) yang terkandung di dalam cerita fabel
itu sendiri.
Struktur teks cerita fabel
Apakah
kalian sudah tau dan atau masih ingat pengertian struktur seperti yang telah
dijelaskan pada teks cerita lainnya yang telah dibahas sebelumnya ?. Jika anda
lupa, maka pengertian struktur adalah sesuatu rangkaian yang terdapat pada
sebuah teks yang sifatnya membangun. Adapun struktur teks cerita fabel adalah
antara lain seperti orientasi, komplikasi, resolusi serta koda. Berikut
penjelasan lebih lengkapnya :
1. Orientasi
Orientasi adalah bagian permulaan pada sebuah cerita
fabel yang berisikan dengan pengenalan cerita fabel tersebut yang diantaranya
seperti pengenalan tokoh, pengenalan latar tempat dan waktu, pengenalan
background atau tema dan lain sebagainya.
2. Komplikasi
Komplikasi adalah klimaks pada sebuah cerita yang
berisikan mengenai puncak masalah yang dialami dan dirasakan oleh tokoh.
3. Resolusi
Resolusi adalah bagian dari teks yang berisikan dengan
pemecahan permasalahan yang dialami dan dirasakan oleh tokoh.
4. Koda
Koda adalah bagian terakhir dari teks cerita yang
berisikan pesan-pesan dan atau amanat yang terdapat didalam cerita fabel itu
sendiri.
Kaidah kebahasaan teks cerita fabel
Kaidah kebahasaan (dengan kata lain unsur kebahasaan)
adalah ciri-ciri berdasarkan dari bahasa yang digunakan pada sebuah teks cerita
fabel. Berikut ini adalah #4 unsur
kebahasaan (kaidah kebahasaan) pada teks cerita fabel yaitu sebagai
berikut :
1. Kata kerja
Kata kerja adalah satu dari beberapa unsur (kaidah)
kebahasaan pada teks cerita fabel. Adapun didalam kata kerja pada teks cerita
fabel dibagi menjadi dua bagian. Adapun #2 bagian kata kerja yang dimaksud
yakni :
a. Kata kerja aktif
transitif
Kata kerja aktif transitif adalah kata kerja aktif
yang memerlukan objek dalam kalimat. Contoh kata kerja aktif transitif adalah
memegang, mengangkat, memikul, mengendarai mendorong dan lain sebagainya.
b. Kata kerja aktif
intransitif
Kata kerja aktif intransitif adalah kata kerja aktif
yang tidak memerlukan objek dalam kalimat. Contoh kata kerja aktif intransitif
adalah diam, merenung, berfikir dan lain sebagainya.
2. Penggunaan kata sandang
si dan sang
Didalam teks cerita fabel sangat sering dijumpai dan
ditemukan penggunaan kata sandang si dan kata sandang sang. Adapun penjelasan
mengenai penggunaan kata sandang si dan kata sandang sang didalam teks cerita
fabel akan dijelaskan secara lengkap dengan contohnya sebagai berikut :
Contoh kata sandang Si dan
Sang
a. Sang kerbau berkeliling hutan sambil menyapa
binatang-binatang lain yang berada dihutan tersebut.
b. Sang kerbau mengejek kepompong yang buruk yang
tidak dapat pergi kemana-mana.
c. Sang kerbau selalu membanggakan dirinya yang dapat
pergi ketempat yang dia sukai.
d. Si kepompong hanya dapat berdiam saja saat
mendengarkan ejekan itu.
e. “Aku adalah kepompong yang pernah kau ejek,” kata si kupu-kupu.
e. “Aku adalah kepompong yang pernah kau ejek,” kata si kupu-kupu.
Berdasarkan contoh diatas maka kaidah pada penulisan
si dan sang yakni secara terpisah dengan kata-kata yang mengikuti ataupun
kata-kata yang di ikuti serta ditulis dengan menggunakan huruf kecil. Setelah
kalian menyimak dan memperhatikan contoh seperti yang telah dijelaskan diatas,
maka coba kalian bedakan dengan beberapa contoh dibawah :
a. “Mengapa si kecil menjadi sangat pemalu?” tanya
ayah.
b. Kedua orang itu, si Kecil dan si Kancil adalah
orang yang terpandang di kampungnya.
Perhatikan pada kata “kecil” didalam kalimat nomor 1
diatas yang dituliskan dengan menggunakan huruf kecil saja, hal tersebut
dikarenakan bukan sebuah nama. Dan kemudian perhatikan pada kalimat kedua dalam
kata “Kecil dan Kancil” yang dituliskan dengan menggunakan huruf kapital
(besar), hal tersebut dikarenakan guna sebagai sebuah panggilan dan atau dengan
kata lain disebut juga nama julukan.
3. Penggunaan kata
keterangan tempat dan waktu
Untuk menghidupkan suasana pada teks cerita fabel,
biasanya selalu menggunakan kata keterangan tempat dan juga kata keterangan
waktu. Pada keterangan tempat sering menggunakan kata depan “Di” dan pada
keterangan waktu sering menggunakan kata depan “Pada, Informasi waktu dan
lain-lain”.
Contoh kata keterangan
tempat dan waktu
a. Diceritakan pada suatu malam yang gelap gulita, ada
seekor harimau berburu di hutan.
b. Pada suatu malam sang harimau kembali berburu ke
hutan tersebut. Karena cuaca sedang turun hujan, di mana-mana terdapat genangan
lumpur dan air.
BACALAH CERITA FABEL BERIKUT
Cerita Fabel Semut dan Belalang
Di suatu tempat, tepatnya di tengah hutan hidup seekor semut yang rajin. Ia selalu mencari makanan dan menyimpan di lumbungnya. Ia sangat semangat sekalipun harus diguyur hujan dan disengat teriknya matahari.
Suatu hari saat ia tengah membawa makanan untuk disimpan pada lumbung, ia bertemu dengan seekor belalang yang bermalas-malasan sambil berjemur. Belalang itu bertanya, “Hai semut, apa yang sedang kau lakukan?”
“Aku tengah bersusah payah mengumpulkan makanan di lumbung” Jawab semut. Mendengar itu, belalang pun menimpal, “Buat apa susah payah mengumpulkan makanan, di hutan ini banyak makanan yang bisa disantap”.
Semut pun menjawab, “Ia benar lang, namun aku menyimpan makanan sebagai persiapan musim dingin nanti”. Belalangpun kembali menertawakan semut, “Musim dingin masih lama. Untuk apa susah payahnya sekarang. Lebih baik senang-senang dulu”.
Namun semut sama sekali tidak peduli dengan ejekan belakang yang malas. Ia tetap saja sibuk menyiapkan makanan di lumbungnya. Keesokan harinya saat hendak pergi mencari makanan, ia kembali melihat belalang yang malas dan menertawakannya kembali.
Sepanjang hari, semut selalu sibuk mengumpulkan makanan. Sedangkan belalang hanya asik bermain sambil bersenang-senang. Akhirnya lumbung makanan semut hampir penuh. Namun itu tidak membuatnya merasa puas dan ia tetap mencari makanan untuk disimpan.
Akhirnya, tibalah musim dingin. Semut dengan santai duduk di rumahnya sambil menikmati makanannya yang banyak. Sementara belalang hanya menyimpan makanan dalam jumlah sedikit karena ia fikir musim dingin akan segera berakhir.
Tak terasa musim dingin sudah berlalu selama satu bulan. Persediaan makanan yang dimiliki oleh sang belalang pun habis. Sedangkan semut masih duduk santai sambil menikmati makanannya. Belalang mencoba mencari makanan namun sama sekali tidak berhasil.
Akhirnya ia pun mengetuk pintu rumah semut dan semut pun membuka pintu. “Ada apa lang?” Tanya semut. “Tolong berikanlah kepadaku sedikit saja persediaan makananmu. Karena aku kelaparan dan persediaanku sudah habis” Jawab belalang.
“Enak aja kau. Ketika aku susah mengumpulkan makanan engkau malah mengejek dan menertawakanku. Dan sekarang mau minta persediaan makananku. Pergilah sana, cari sendiri makananmu!” Jawab semut geram.
Akhirnya belalang meninggalkan rumah semut guna menemukan makanannya namun sama sekali tidak menemukan apapun. Saat belalang hampir mati lantaran kedinginan, akhirnya semut datang menolong dan mengajaknya ke rumah untuk menikmati makanan
CERITA LEGENDA
Legenda merupakan cerita rakyat
yang memiliki ciri-ciri yaitu sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh
pernah terjadi, pada masa yang belum begitu lampau dan bertempat di dunia
seperti yang kita kenal sekarang, bersifat migration yakni dapat
berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda dan
tersebar dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus yaitu sekolompok cerita
yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu misalnya di Jawa
legenda-legenda mengenai Roro Jongrang.
Selanjutnya berbicara mengenai
legenda tentunya kita tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai penggolongan
legenda, selama ini telah ada atau mungkin banyak ahli yang menggolongkan
legenda, namun sampai kini belum ada kesatuan pendapat mengenai hal itu.
Ciri-Ciri Legenda
Legenda merupakan cerita rakyat
yang memiliki ciri-ciri yaitu sebagai berikut :
- Oleh yang empunya cerita dianggap sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi.
- Bersifat sekuler ( keduniawian ) terjadinya pada masa yang belum begitu lampau dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Tokoh utama dalam legenda adalah manusia.
- Sejarah, kolektif maksudnya sejarah yang banyak mengalami distorsi karena seringkali dapat jauh berbeda dengan kisah aslinya.
- Bersifat migration yakni dapat berpindah-pindah sehingga dikenal luas didaerah-daerah yang berbeda.
- Bersifat siklus yaitu sekelompok cerita yang berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu misalnya di Jawa legenda-legenda mengenai panji.
Struktur Legenda
Berikut ini terdapat beberapa
struktur dari legenda, antara lain sebagai berikut:
- Orientasi, adalah bagian awal dari sebuah cerita fabel. Orientasi berisi pengenalan dari cerita fabel, seperti pengenalan background, pengenalan tokoh, maupun latar tempat dan waktu.
- Komplikasi, merupan klimaks dari cerita, berisi puncak permasalahan yang dialami tokoh.
- Resolusi, berisi pemecahan masalah yang dialami tokoh.
- Koda, merupakan bagian akhir dari cerita. Biasanya berisi pesan dan amanat yang ada pada cerita fabel tersebut.
Unsur-Unsur Legenda
Berikut ini terdapat beberapa
unsur-unsur dari legenda, antara lain sebagai berikut:
- Tema, gagasan dasar yang menopang sebuah kara sastra dan yang terkandung di dalam teks.
- Tokoh, para pelaku yang terdapat dalam sebuah cerita fiksi. Tokoh dalam cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.
- Alur atau plot, peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak berifat sederhana. Peristiwa-peristiwa tersebut tersusun karena adanya sebab-akibat di dalam cerita.
- Latar, latar merupaka landas tumpu terjadinya sebuah peristiwa di dalam sebuah cerita. Latar terbagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar suasana.
- Sudut pandang,sudut pandang merupakan posisi atau cara penulis dalam menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam cerita.
- Amanat, pesan yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca.
Jenis-Jenis Legenda
Legenda ini terbagi menjadi
empat jenis yaitu :
1. Legenda Keagamaan
Legenda yang ceritanya berkaitan
dengan kehidupan keagamaan disebut dengan legenda keagamaan. Legenda ini
misalnya legenda tentang orang-orang tertentu. Kelompok tertentu misalnya
cerita tentang para penyebar Islam di Jawa.
Kelompk orang-orang ini di Jawa.
Kelompok orang-orang ini di Jawa dikenal dengan sebutan walisongo, mereka ialah
manusia biasa, tokoh yang memang benar-benar ada, akan tetapi dalam uraian
ceritanya ditampilkan sebagai figure-figur yang memiliki kesaktian. Kesaktian
yang mereka miliki digambarkan di luar batas-batas manusia biasa.
Sebutan wali songo ada yang
menafsirkan bukan berarti Sembilan dalam arti jumlah, tetapi angka Sembilan itu
sebagai angka sakral. Penafsiran ini didasarkan pada kenyataan adanya para
tokoh penyebar Islam yang lainya.
Mereka berada ditempat-tempat
tertentu masyarakat setempat biasanya memandang tokoh tersebut kedudukannya
sama atau derajat dengan tokoh wali yang Sembilan orang.
Tokoh-tokoh tersebut seperti
Syekh Abdul Muhyi, Syekh Siti Jenar, Sunan Geseng, Ki Pandan Arang, Pangeran
Panggung dan lain-lain.
2. Legenda Alam Gaib
Legenda alam gaib yang merupakan
legenda yang berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah
dialami seseorang.
Fungsi legenda semacam ini ialah
untuk meneguhkan kebenaran “ takhyul ” atau kepercayaan rakyat. Jadi legenda alam
gaib ialah cerita-cerita pengalaman seorang dengan makhluk-makhluk gaib,
hantu-hantu, siluman, gejala-gejala gaib dan sebagainya.
Seperti didaerah Jawa Barat ada
legenda tentang mandor Kebun Raya Bogor yang hilang lenyap begitu saja sewaktu
bertugas di Kebun Raya.
Menurut kepercayaan penduduk
setempat hal itu disebabkan ia telah melangkahi setumpuk batu bata yang
merupakan bekas pintu gerbang Kerajaan Penjajaran. Pintu gerbang itu, menurut
kepercayaan penduduk setempat terletak di salah satu tempat di kebun raya.
Tepatnya tidak ada yang mengetahui.
Oleh karenanya penduduk disana
menasihati pada pengujung Kebun Raya agar jangan melangkahi tempat antara
tumpukan-tumpukan batu bata tua, karena ada kemungkinan bahwa di sanalah bekas
pintu gerbang kerjaan zaman dahulu itu.
Jika kita melanggarnya, maka
kita akan masuk ke daerah gaib dan tidak dapat pulang lagi ke dunia nyata. Dan
masih banyak lagi contoh yang lainnya.
3. Legenda Perorangan
Legenda perorangan merupakan
cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap benar-benar terjadi.
Di Indonesia legenda semacam ini
banyak sekali misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumtra, Si
Pitung dan Nyai Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara
Mendut dan Jaka Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur serta
Jayaprana dan Layonsari dari Bali.
4. Legenda Lokal ( Setempat )
Legenda lokal ialah legenda yang
berhubungan dengan nama tempat terjadinya gunung, bukit, danau dan sebagainya.
Misalnya, legenda terjadinya
Danau Toba di Sumatra, Sangkuriang (Legenda Gunung Tangkuban Perahu) di Jawa
Barat, Rara Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah dan
Desa Trunyan di Bali.
Contoh Legenda
Legenda Tangkuban Perahu (Sangkuriang) Di Jawa Barat
Pada zaman dahulu, tersebutlah
kisah seorang puteri raja di Jawa Barat yang bernama Dayang Sumbi, ia memiliki
seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar
berburu ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana.
Sangkuriang tidak tahu bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari tumang tidak mau
mengikuti perintahnya untuk mengejar buruan, maka anjing tersebut diusirnya ke
dalam hutan, ketika kembali ke istana. Sangkuriang menceritakan kejadian itu
pada ibunya.
Bukan main marahnya Dayang Sumbi
begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan
sebuah sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka ia sangat kecewa dan
pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang
Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada
suatu ketika pada dewa memberinya sebuah hadiah, ia akan selamanya muda dan
memiliki kecantikan abadi.
Setelah bertahun-tahun
mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya.
Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Disana dijumpainya
seorang gadis jelita yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh
kecantikan wanita tersebut maka. Sangkuriang melamarnya oleh karena pemuda itu
sangat tampan Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada suatu hari Sangkuriang
minta pamit untuk berburu ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat
kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas di kepala
calon suaminya.
Luka itu persis seperti luka
anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah
pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan, maka
kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia
mengajukan dua buah syarat.
- Pertama ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum.
- Kedua ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu.
Kedua syarat itu harus sudah
dipenuhi sebelum fajar menyingsing. Malam itu Sangkuriang melakukan tapa,
dengan kesaktiannya ia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu
menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan
tersebut.
Begitu pekerjaan itu hampir
selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah
di sebelah timur kota. ketika menyaksikan warna memerah di timur kota
Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi.
Ia pun menghentikan
pekerjaannya, ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi
syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol
bendungan yang dibuatnya. Maka terjadilah banjir besar melanda seluruh kota, ia
pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya, sampan itu melayang dan
jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “ Tangkuban Perahu ”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar